Dursle – Waktu itu Aruna sedang berada di sekolah, tepat nya di lapangan olahraga.
Saat itu guru olahraga menyuruh Aruna dan teman-teman kelasnya, untuk mempraktekkan materi yang sudah di pelajari minggu lalu di kelas. Saat giliran Aruna yang mempraktekkan nya, Aruna menangkiskan tongkat nya dengan sangat keras hingga membuat bola yang di tangkisannya meleset keluar area lapangan.
Dan benar saja tangkisan Aruna mengenai kepala seseorang yang sedang berada di pinggir lapangan untuk memotong rumpu-rumput teki yang sudah tinggi. Sebut saja seseorang itu adalah tukang bersih-bersih halaman sekolah atau tukang kebun.
DUKK! Tukang kebun itu memegangi kepalanya yang pusing karena terkena pelesetan bola yang Aruna tangkis tadi. Tidak lama setelahnya tukang kebun itu ambruk di pinggir lapngan.
Beliau tidak sadarkan diri. Hal itu membuat Aruna dan teman-temannya serta guru olahraga yang tadi mengajarnya menjadi panik, lalu mendekati tukang kebun itu.
Guru olahraga berjongkok di sebelah tukang kebun itu sambil mengoleskan minyak kayu putih yang guru olahraga itu ambil dari saku nya sendiri. Tetapi tukang kebun itu tetap tidak sadar.
Lalu guru olahraga menyuruh dua orang teman Aruna pergi memanggil petugas kesehatan untuk segera datang kesini membawa tandu.
Dua orang teman Aruna langsung berlari menuju ruang petugas kesehatan. Tidak lama setelahnya, teman Aruna datang bersama beberapa petugas kesehatan lalu mengangkat tukang kebun dan segera menggotong nya ke dalam mobil untuk penanganan lebih cepat.
Tubuh Aruna panas dingin melihat tukang kebun tadi di bawa ke mobil untuk segera dilarikan ke rumah sakit. Aruna takut serta khawatir, sangat takut dan khawatir jika hal yang tidak di inginkan terjadi kepada tukang kebun tadi.
Teman Aruna memberikan kalimat penenang pada Aruna agar Aruna tidak khawatir berlebihan. Lalu Aruna menyusul guru olahraganya dan tukang kebun tadi ke rumah sakit. Saat sampai di sana, Aruna mendekati guru olahraga sedang duduk di ruang rawat yang sudah pasti di dalamnya adalah tukang kebun tadi.
Aruna bertanya kepada guru nya bagaimana kondisi seseorang yang Aruna buat tidak sadarkan diri tadi. Guru olahraga menggeleng, Aruna menutup mulut nya menggunakan kedua telapak tangannya.
Aruna tidak percaya hal itu, hanya karena tangkisan bola yang tidak seberapa tadi membuat tukang kebun sekolah jadi seperti ini. Tukang kebun mengalami koma, bukan hanya karena terkena bola yang Aruna tangkis.
Tetapi juga kondisi nya yang sudah lemas karena tukang kebunnya sudah berumur. Yang lebih membuat Aruna tidak percaya tadi adalah jika tukang kebun itu masih memiliki seorang bayi yang saat ini di titipkan di panti asuhan karena beliau tinggal bekerja di kebun sekolah Aruna.
Memang bukan bayi kandungnya, tetapi tukang kebun itu menemukan bayi tersebut di teras depan rumahnya. Kebetulan beliau juga tinggal sendiri karena istrinya sudah tiada juga tidak memiliki keturunan.
Lalu dengan niat nya untuk merawat bayi itu, beliau akan melakukan hal pekerjaan apa saja demi menghidupi bayi itu. Meski dengan uang dan biaya hidup yang masih serba kekurangan.
Tiba-tiba datang ibu-ibu menggendong bayi yang sedang menangis sambil tergesa-gesa, lalu menanyakan keadaan tukang kebun tadi, ibu itu terus mendesak guru olahraga dan juga Aruna karena tidak kunjung menjawab pertanyaan nya.
Membuat ibu itu semakin khawatir dengan kondisi seseorang yang menitipkan bayi kepada dirinya tadi pagi. Lalu guru olahraga menyuruh Ibu tadi untuk duduk dan tenang dulu, lalu menceritakan apa yang sudah terjadi dan bagaimana kondisi tukang kebunnya saat ini.
Ibu itu menangis dan tangisan bayi itu juga tidak kunjung berhenti. Aruna mengalihkan pandangannya ke arah bayi yang di gendong dalam gedongan bayi.
Tanpa suruhan siapa pun Aruna reflek mendekati bayi itu dan tangannya terangkat mengelus pipi bayi yang perkiraan kurang lebih masih berumur 5 bulan. Aruna lalu mengambil alih bayi dari gendongan ibu itu lalu menggendongnya sendiri dan berusaha menenangkan bayi itu.
Dalam dekapan Aruna, tak lama setelahnya bayi itu berhenti menagis. Guru olahraga serta ibu ibu tadi cukup terkejut, terutama ibu tadi yang membawa bayi berjenis kelamin perempuan dari tempat penitipan sampai rumah sakit.
Begitu juga dengan Aruna, diri nya tidak percaya jika bayi itu nyaman dalam dekapan Aruna saat ini.
Aruna menatap wajah kecil bayi itu sangat lekat, tiba-tiba ibu tadi bersuara. Membuat Aruna mengalihkan tatapan nya dari sang bayi pada ibu ibu tadi. Cahaya.
Ucapan yang Aruna dengar dari mulut ibu tadi. Ibu itu mengulangi ucapannnya tadi. Cahaya, nama bayi itu adalah Cahaya.
Aruna cukup terkejut lalu kembali menatap bayi itu, yang ternyata juga menatap Aruna dengan senyum manisnya. Melihat senyuman Cahaya. perasaan Aruna menjadi hangat.
Aruna merasakan ada hal yang berbeda saat melihat senyum Aruna. Pintu rawat terbuka, dokter keluar dari ruangan diikuti beberapa suster yang membantu penanganan tukang kebun.
Sang dokter menjelaskan bagaimana kondisi pasiennya saat ini. Mereka semua tersenyum lega, kabar bahagia nya adalah jika tukang kebun itu kondisi nya semakin membaik dan kabar buruknya adalah kondisi tukang kebun saat ini mengalami koma.
Dokter juga sudah mengijinkan mereka untuk menjenguk tukang kebun. Sesudah menjenguk mereka semua keluar ruangan, lalu Ibu tadi mengambil alih Cahaya dari gendongan Aruna. Saat masih mengangkat Cahaya dari gendongan, bayi yang tadinya diam tiba-tiba saja menangis.
Tetapi ibu tadi terus mengangkat lalu menggendong Cahaya berusaha menenangkannya, bukannya semakin reda tangisannya malah semakin keras. Membuat ibu-ibu tadi kelimpungan, Aruna melihatnya juga merasa sangat bingung.
Lalu Aruna mendekati ibu dan Cahaya, lalu tangannya bergerak mengambil Cahaya dari gendongan ibu-ibu. Sama seperti sebelumnya saat sudah berada di gendongan Aruna, Cahaya juga berhenti menangis dan menjadi lebih tenang.
Nafas Cahaya sudah kembali teratur setelah menangis terlalu lama. Ibu-ibu itu menatap Aruna lekat, lalu berkata jika Cahaya nyaman saat bersama Aruna. Seperti hari-hari sebelumnya untuk menenangkankan Cahaya membutuhkan waktu yang lama.
Lalu guru olahraga tadi menawarkan ide yang terlintas di otak nya. Agar Aruna membawa Cahaya pulang kerumah nya. Aruna mendengar itu ragu, tetapi jawaban ibu itu di luar dugaan Aruna.
Ibu itu setuju jika Aruna tidak keberatan merawat Cahaya sementara sampai Kakek Cahaya(tukang kebun) pulih ke kondisi sebelum-sebelumnya. Aruna mengangguk ragu, lalu menjawab jika Aruna siap untuk merawat Cahaya sementara.
Sesampai nya dirumah, Aruna turun dari mobil yang ia tumpangi. Aruna membawa pintu rumahnya, mengamati isi rumahnya yang sepi padahal rumah Aruna terbilang sangat besar. Tetapi rumah itu seperti rumah kosong yang tidak berpenghuni, rumah Aruna hanya ditempati asisten rumah tangga juga sopir pribadi keluarga.
Kedua orang tua Aruna sudah berpisah saat Aruna masih kecil, Aruna ikut bersama ayahnya. Tetapi ayah Aruna sangat terobsesi dengan pekerjaan nya hingga membuatnya jarang pulang ke rumah, bukan jarang tetapi tidak pernah sama sekali mengunjungi rumah ataupun bertemu Aruna.
Membuat Aruna merasa jika Kehidupannya sangat lah gelap. Aruna memasuki rumah nya lalu pergi menuju kamar pribadi sambil menggendong Cahaya.
Aruna menyalakan lampu tidur nya lalu menidurkan Cahaya pada ranjang tidur nya dengan hati-hati karena bayi mungil itu tidur saat perjalan ke rumah. Aruna menaruh beberapa guling dan bantal di kedua sisi tubuh Cahaya, setelah selesai. Aruna mengambil baju ganti lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk bersih-bersih dulu.
Saat Aruna keluar dari kamar mandi, ia melihat Cahaya yang ternyata sudah bangun sambil memasukkan jari jari ke dalam mulutnya sendiri. Cahaya melihat keberadaan Aruna lalu tertawa kecil. Menggemaskkan.
Itulah yang Aruna pikirkan saat melihat Cahaya. Aruna ikut tersenyum lalu mendekati bayi mungil yang berada di tengah ranjangnya. Aruna menatap lekat wajah bayi itu, ternyata mata bulat nya berwarna biru sama seperti mata Aruna.
Tangan Cahaya menyentuh hidung Aruna sambil mengoceh tidak jelas. Aruna tidak memahami bahasa bayi mungil itu lalu tak lama setelahnya Cahaya menangis, membuat Aruna berkelimpungan bingung kenapa Cahaya menangis.
Mata Aruna tertuju pada jam weker di atas meja belajarnya, Aruna baru ingat jika sejak tadi Cahaya belum makan makanan bayi dan juga susu. Aruna memang tidak pernah mengurus bayi.
Bukan hanya mengurus, menggendong bayi hanya Aruna lakukan pada Cahaya karena Aruna bisa di bilang tidak terlalu suka bayi yang menurut nya merepotkan. Tetapi saat melihat Cahaya membuat Aruna merubah pendiriannya jika bayi itu bukan merepotkan tetapi menggemaskan.
Lalu Aruna menggendong Cahaya untuk pergi ke ruang makan, Aruna memanggil-manggil asistennya. Asisten Aruna cukup terkejut melihat Aruna menggendong bayi menangis, saat akan bertanya.
Aruna lebih dulu memotong pembicaraan dan menyuruh Mbak Mira memanggil sopir untuk pergi mengantar membeli bubur bayi juga beberapa kotak susu bubuk dan beberapa keperluan-keperluan bayi lainnya.
Setelah itu Aruna terus berusaha menenangkan Cahaya, membawa nya ke taman belakang rumahnya, Aruna duduk di ayunan kayu berwarna cokelat tua sambil menggendong Cahaya.
Tidak lama setelahnya Mbak Mira datang memanggil Aruna. Melihat Aruna mengangkat jari telunjuk ke depan bibirnya, lalu Mbak Mira mendekati Aruna. Aruna mengecilkan suara dan menyuruh Mbak Mira untuk membuatkan bubur dan susu.
Sudah hampir dua minggu Cahaya tinggal bersama Aruna, kehidupan Aruna juga lebih berwarna semenjak kehadiran Cahaya. Aruna juga memilih untuk homescholling saja karena jika ia sekolah dan meninggalkan Cahaya di rumah bersama asistennya pasti Cahaya selalu menangis.
Dua hari yang lalu Aruna mendapat kabar bahwa tukang kebun kondisi nya drop, tapi tidak lama setelahnya kondisi kembali pulih.
Beberapa waktu lalu saat Aruna membawa Cahaya jalan jalan ke luar komplek, tiba-tiba saja ada seorang ibu dengan pakaian berantakan mendekati nya dan menganggap jika Cahaya adalah anak nya. Cahaya hampir saja di ambil oleh orang itu.
Dengan sigap Aruna lalu menjauh, dan meminta pertolongan warga sekitar. Semenjak itu Aruna tidak pernah keluar rumah membawa Cahaya. Saat akan pergi keluar sendiri, telepon nya berbunyi panggilan dari pihak rumah sakit mengatakan jika Tukang kebun itu sudah sadar.
Lalu Aruna pergi membawa Cahaya ke rumah sakit untuk menemui. Aruna masuk ke dalam ruangan itu. Kakek Cahaya tersenyum melihat Cahaya datang bersama Aruna. Menyuruh Aruna mendekat, saat Aruna akan berbicara kakek itu lebih dulu bersuara.
Berkata jika Cahaya adalah titipan yang Tuhan beri kepada Aruna, meski harus lewat kakek. Aruna terkejut. Kakek itu mengetahui suatu hal tentang kehidupan Aruna. Kakek meminta Aruna untuk menjaga dan merawat Cahaya seperti adik atau keluarganya sendiri. Setelah mengucapkan itu, tiba-tiba mesin EKG berbunyi, garis lurus terpampang jelas di layar itu.
Kakek Cahaya telah menghembuskan nafas terakhirnya. Aruna berjanji kepada dirinya sendiri untuk menjaga, merawat, dan menyayangi Cahaya seperti keluarga nya sendiri.