Dursle – Di pagi hari ketika matahari belum menampakkan diri dan masih terlukis indah cahayanya di langit, terlihat pemuda bebadan kekar, berambut hitam dan seperti bulu landak. Nampak depan ia memiliki jahitan luka di pelipis sedang mencangkul tanah disamping rumahnya.
Kala itu warga masih berbondong – bondong pergi ke sawah dan ladang. Mereka menggarap tanah masing – masing untuk memperoleh hasil terbaik. Para ibu – ibu sibuk mengumpulkan hasil ladang mereka yang selanjutnya untuk mereka jual di pasar kota.
Pemuda yang sejak pagi sudah sibuk menggarap ladang dan mengumpulkan hasil panenannya itu sudah bergegas mempersiapkan dirinya untuk mengolah hasil panenannya. Pemuda itu bernama Rendra, ia tinggal bersama kakeknya bernama pak Sadiman di desa.
Orang tua Rendra entah kemana, ia sejak berumur 7 tahun sudah dititipkan kepada pak Sadiman. Waktu itu orang tua Rendra berpamitan pergi bekerja ke luar kota dan akan menjenguk mereka ketika Rendra ber-usia 15 tahun.
Namun pada kenyataannya sampai Rendra berusia 19 tahun sama sekali tidak ada kabar. Rendra hanya tamat Sekolah Menengah Pertama, kondisi ekonomi yang tidak memenuhi membuat ia putus sekolah.
Ia juga merasa kasian kepada pak Sadiman yang seharusnya di usia tuanya tinggal menikmati hari tuanya malah digunakan untuk bekerja demi menyekolahkannya. Selama dia kecil hingga memasuki usia sekolah kebutuhannya di penuhi oleh pak Sadiman yang bekerja sebagai penggarap ladang warga dan mencari rumput untuk pakan ternak pak Kades.
Tidak setiap hari pak Sadiman menggarap ladang warga, selain itu ia juga menggarap ladangnya sendiri. Ladang pak Sadiman tidak luas, Ia menananam umbi – umbian dan sayur – sayuran.
Setiap kali panen pak Sadiman di bantu Rendra, hasil panenannya ia jual untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari dan juga biaya sekolah Rendra dulu.
Dulu ketika Rendra masih bersekolah, sebelum berangkat ia membantu pak Sudiman menggarap ladangnya. Tepat pukul 6 pagi ia mempersiapkan diri untuk bersekolah, perjalanan ke sekolah di tempuh dengan jalan kaki.
Karena, pada waktu itu mereka belum mampu membeli sepeda untuk berpergian. Mereka memasak mengandalkan bumbu atau rempah yang ia tanam. Kalaupun mengharuskan membeli bumbu masakan ia pergi ke pasar dengan berjalan kaki.
Sebenarnya ada warung di dekat mereka namun tidak menjual banyak kebutuhan, disana hanya menjual kebutuhan rumah tangga bukan bumbu dapur. Sekolah rendra selesai jam 12 siang, sehabis pulang dari sekolah ia berganti pakaian dan menyusul pak Sudirman menggarap ladang milik tetangga.
Terkadang jika tidak ada garapan ia pergi ke ladang mengambil umbi dan sayuran yang siap dipanen untuk dijual. Sebelum di jual umbi – umbi tadi di olah menjadi kripik, gorengan, dan sayuran yang di panen di ikat selanjutnya ia jual mengelilingi desa kadang jika belum laku ia keliling sampai daerah kota dan pulang ke rumah waktu petang.
Sekarang kegiatan Rendra membantu merawat kambing di rumah pak Kades. Setiap pagi ia mecangkul tanah dan memanen hasil ladangnya yang sekarang bertambah luas karena hasil kerja kerasnya.
Selesai melakukan kegiatan tersebut ia pergi kerumah pak Kades untuk membersihkan kandang kambing dan memandikan kambing – kambing tersebut. Kambing pak Kades berjumlah 10 ekor, 3 diantaranya merupakan jenis kambing perah atau jenis etawa.
Rendra sering memerah susu kambing untuk di jual dengan dikemas ekonomis dan siap saji sebagai konsumsi. Susu kambing yang sudah di perahnya tadi ia antarkan ke KUD untuk di pasarkan atau di distribusikan.
Manfaat susu kambing etawa ini sangat banyak yaitu Mengatasi Infeksi Bakteri, Memperkuat Kesehatan Tulang, Membantu Penyerapan Nutrisi, Menjaga Kesehatan Sistem Pencernaan, Meningkatkan Kekuatan Otot, Meredakan Diare, Memperlancar Proses Pernapasan, dan Penyebaran Oksigen di Seluruh Tubuh.
Terkadang ia juga membawa seliter susu untuk di bawa pulang secara gratis dari pak Kades. Selain itu ia terkadang menemani pak Kades menjual atau membeli kambing di pasar hewan kota.
Pada hari minggu di pasar kota merupakan pasarannya hewan disana sangat ramai mulai dari yang menjual ayam warna – warni sampai menjual sapi. Pak kades dan Rendra menjual serta membeli 2 kambing.
Mereka juga menjual hasil olahan susu kambing dari desa. Di pasar tersebut juga menyediakan tempat penyembelihan hewan – hewan ternak. Harga pasaran hewan kali ini naik jadi mereka mendapatkan keuntungan lebih.
Pagi itu rendra bangun lebih awal dari biasanya, seperti biasa ia langsung bergegas ke kebun untuk melihat dan mencangkul ladangnya. Sehabis dari ladang ia langsung mempersiapkan diri untuk ke rumah pak Kades. Sampai di rumah pak kades ia membersihkan kandang dan memberi makan kambing-kambing pak kades.
Sebelum mempersiapkan kambing yang akan pak kades ia memandikan kambing-kambing tersebut ia juga memerah susu kambing untuk ia bawa ke KuD. Tepat sehabis melaksanakan sholat subuh ia langsung menaikkan 3 kambing dan seikat makanan ke pick up untuk di jual di pasar kota nanti.
Ketika perjalan ia mampir ke kud untuk mengantarkan susu sekaligus mengambil susu untuk di jual dan pesanan orang. Kambing yang mereka bawa 2 ekor sudah memilki pembeli atau sudah di pesan orang.
Sesampainya di pasar kota Nampak masih sepi belum ada pembeli dan masih 5 orang pelapak yang buka. Tempat pemotongan dan penyembelihan hewan juga masih tutup. Warung di sekitar juga masih belum menyediakan makan.
Pak kades mengajak rendra ke salah satu warung untuk memesan kopi panas dan menitipkan beberapa bungkus susu di warung tersebut. Sambil mengobrol mereka menunggu pelapak lain menunjukkan hewan ternaknya dan mengantarkan susu kambing ke toko dan warung yang sudah buka.
Ketika asik mengobrol ada ibu – ibu paruh baya menawari nasi bungkus mereka membelinya karena belum sarapan juga. Selesai sarapan sudah banyak pelapak yang bernegosiasi, mereka menawarkan kambingnya dan mulai bernegosiasi dengan pelapak lain.
Sambil bernegosiasi mereka juga melihat – lihat ternak yang ditawarkan oleh pelapak lain. Pak kades tertarik pada salah satu kambing etawa betina berbadan gemuk dan berbulu gondrong kata si pemilik sangat suka makan.
Pak kades bernegosiasi dengan si pemilik, mereka sepakat 1 kambing etawa ini di barter dengan 2 kambing lokal. Setelah selesai berjualan kambing, Rendra mengantarkan kambing pesanan ke tempat penyembelihan yang ada di pasar tersebut.
Sambil menunggu Rendra kembali ke lapak, pak Kades melihat – lihat jenis kambing yang ditawarkan pelapak lain dan mengambil hasil penjualan susu kambing yang mereka titipkan di toko dan warung terdekat tadi pagi. Setelah menunggu sekitar 1 jam 30 menit, Rendra kembali dengan membawa daging kambing pesanan tadi.
Hari ini tempat penyembelihan dan pemotongan hewan juga sangat ramai sampai – sampai harus antri dengan membawa nomor antrian agar tidak saling berebut. Rendra menaruh daging tersebut ke pick up dan menaikkan kambing pak Kades yang baru di beli tadi.
Setelah dari pasar mereka menuju rumah pemesan tadi namanya bu Rita. Rumahnya di kota dan lumayan jauh dari pasar kota. Bu Rita adalah pengusaha sate dan gulai kambing terkenal di kota.
Mereka baru saja berlangganan kambing di pak Kades karena langganan kambing sebelumnya sudah tutup dan orangnya pindah ke luar kota. Sesampai di rumah bu Rita, Rendra langsung membawa daging pesanan ke dapur dan bertemu langsung dengan bu Rita.
Selesai menaruh daging, bu Rita mempersilahkan Rendra untuk duduk di teras sambil menunggu pak Kades. Pak Kades mengantarkan susu etawa yang juga di pesan bu Rita ke warung miliknya di depan gang. Selesai mengantarkan susu, pak Kades menyusul Rendra di rumah bu Rita.
Bu Rita membuatkan segelas es teh dan pisang goreng karena hari ini matahari sangat terik dan panas. Terlihat dari keringat yang mengucur dan membasahi rambut Rendra. Sambil menunggu pak Kades menuju rumah bu Rita, mereka mengobrol dan tiba – tiba Rendra menyibakkan poninya yang basah karena keringat.
Bu Rita terkejut karena melihat ada bekas jahitan di pelipis Rendra. Pak Kades datang dan ikut mengobrol dengan mereka. Bu Rita merasa penasaran dan apakah dugaannya benar, Rendra menceritakan kejadian yang ia alami waktu itu.
Pak Kades juga masih mengenal Rendra ia belum mengenal lebih tentang Rendra. Kejadian itu bermula saat Rendra berusia 6 tahun, Waktu itu ketika ia sedang membantu pak Sadiman panen ketela pohon. Ibunya yang baru datang dari pasar ingin memberi kejutan kepada Rendra.
Ibunya memanggil Rendra dengan mengiming – imingi mainan baru. Rendra yang tadinya sedang sibuk merapikan ketela pohon yang akan ia bawa kerumah langsung ia bopong dan berlari.
Dengan senangnya ia tidak melihat ada tumpukan batang pohon ketela dan ia jatuh tersandung, kepalanya terjedot batu patok di depannya.